AKU DAN SASTRA: MEMBANGUN PERADABAN DENGAN CINTA
Mengenal sastra berarti
mengenal sebagian keindahan surga. Jika kamu merasa tersesat di ranah sastra,
bersyukurlah, itu berarti kamu kesasar di surga. Karena di sini adalah ranah
yang penuh dengan estetika, imajinasi, inovasi dan kreativitas. Sastra membuka jendela dunia dan mengintip hati manusia. Seorang
novelis dan esais terkemuka, Pramoedya Ananta Toer menuliskan quotenya, “Kalian boleh maju dalam
pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja. Tapi tanpa
mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.” Sastra juga
merupakan entitas dari cinta. Seperti yang dikatakan Bunda Helvy Tiana Rosa,
bahwa “Cinta sama dengan sastra: membutuhkan apresiasi, kreasi dan ekspresi.”
Karya sastra adalah parfumnya para sastrawan, yang wanginya semerbak dan
tercium di hidung orang-orang.
Ilmu sastra adalah ilmu tentang hasil
karya imajinasi yang sangat berpengaruh terhadap emosional pembaca maupun
pendengar. Kita akan menemukan berbagai macam keindahan dalam segala aspek
kehidupan di dalam sastra. Karena sastra tidak akan pernah lepas dari kehidupan
dan akan selalu mengusung nilai estetika dan moral kemanusiaan. Maka dari itulah,
aku cinta dan dekat dengan sastra.
Sastra (English: literature) sendiri
merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang
berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman",
dari kata dasar śās-yang
berarti "instruksi" atau "ajaran". Sedangkan dalam bahasa
Arab, ilmu sastra diartikan sebagai ilmu adab. Dalam bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk
kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti
atau keindahan tertentu. Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan
sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar
teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau
abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai
orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra
tertulis atau sastra lisan (sastra
oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau
pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau
bahasa.
Seperti yang saya katakan tadi, sastra adalah serpihan keindahan surga
yang diturunkan Tuhan pada hambanya. Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh
dari mempelajari ilmu sastra. Diantaranya selektif memilah kata sehingga bahasa
yang kita gunakan akan lebih sopan, santun dan jelas. Selain itu juga melatih
kreativitas dan daya imajinasi kita. Para ulama terdahulu bahkan khalifah juga
berpesan pada guru-guru agar mengajari anak-anaknya tentang sastra. Selain dari
itu, kata Bunda Helvy, “Sastra bisa menampung segala gejolak dalam diri,
mengurangi derita dan membuatmu lebih peka serta berdaya.” Dan masih banyak lagi manfaat dari mempelajari sastra. Bahasa dan sastra dalah senjata wajib bagi orang yang merasa hidup di dunia. Bahkan pemimpin-pemimpin suatu negara banyak yang menerbitkan buku-buku tentang sastra.
Salah satu yang menjadi eksistensi sastra adalah keindahan bahasa. Hal
ini dapat kita kaji salah satunya dengan melihat pada kalam-kalam Ilahi dalam
kitab suci yang menjadi pedoman masing-masing umat bergama. Saya sebagai muslim
memiliki Al-Quran sebagai pedoman hidup saya. Jika diteliti, kita akan
menemukan banyak sekali bahkan hampir semua keindahan bahasa yang tertulis di
tiap-tiap lembar sucinya. Kita tahu bahwa kitab suci (Al-Quran) bukanlah kitab
sastra. Namun sangat memerhatikan sisi keindahan bahasa. Mulai dari pilihan
kata yang tepat, hubungan antar kalimat yang sesuai, cara mengilustrasikan
(menggambarkan) sesuatu dengan indah, dan juga kesederhanaan penjelasan. Oleh
sebab itulah, turunnya Al-Quran sangat mempengaruhi dunia sastra. Pesan yang
hendak disampaikan oleh Al-Quranpun menambah keindahannya. Kebenaran dari Tuhan
yang disampaikan dengan benar dan dalam kemasan yang indah membuat orang-orang
jatuh hati (tertarik) pada Al-Quran. Demikian juga mungkin dengan kitab suci
lain yang dianut masing-masing ummat beragama. Semua unsur estetika dan
kreativitas itulah yang kemudian membuat saya jatuh cinta dan tertarik
menggeluti dunia sastra dan literasi.
Di Indonesia sendiri ada bermacam-macam karya sastra. Mulai dari drama,
cerita rakyat, prosa lama, prosa baru, puisi, pantun, gurindam dan hikayat.
Saya pribadi lebih menyukai prosa baru seperti novel, cerpen, cerpen kilat (flash fiction), juga puisi.
Sastra adalah keindahan dunia yang tidak boleh sirna dan diasingkan dari
peradaban. Melupakan sastra berarti membuang sebagian dari keindahan. Karena
dengan sastra kita, pikiran, hati dan dunia kita menjadi indah. Dengan sastra
kita belajar tata krama, sopan santun dan bertutur bahasa. Dengan sastra kita
mengolah kreativitas dan imajinasi kita. Dengan sastra kita menyebarkan
kebaikan dan kebenaran dengan prosa yang indah. Dan dengan sastra kita berbagi
dan bercerita tentang segala rasa yang dibalut dan dikemas dalam satu kata,
keindahan.
“suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya
di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat
kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau
sastra lisan.” –Pramoedya Ananta Toer
“Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih
payah, dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar
soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang
terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin.” –Goenawan Mohammad
“Sastra itu penuh makna dan bisa mengingatkan
kita dengan cara yang indah dan tak terduga.” –Helvy Tiana Rosa
“Kalau sebuah bahasa dengan kesusasteraannya
tidak didukung oleh tradisi membaca masyarakatnya, maka kematiannya akan segera
menyusul” –Ajip Rosidi
Komentar
Posting Komentar