SENJA BERKABUT MERAH DAN LELAKI YANG PERNAH KUCINTAI (Malang Post, 9 April 2017)

Benda ini bergerak lagi. Jantungku berdebar hebat. Kadang memang sakit. Tapi aku tidak pernah mempermasalahkan. Ada yang lebih menjadi beban. Sejak beberapa hari lalu, mimpi-mimpi itu semakin gencar menghujam malamku dengan beribu ketakukan.
Aku semakin tidak siap akan hal ini. Aku tidak siap memperkenalkannya dengan dunia yang sepertinya saat ini lebih pantas disebut neraka. Hei, apakah kau bisa merasakannya dari dalam sana. Apakah kau tahu apa yang sedang terjadi di sini, di sekitarku dan di belahan bumi lain. Apakah kau juga merasakan ketakutan saat mimpi buruk tentang dosa-dosa dan tanda kehancuran itu datang padaku setiap malam. Apakah kau tahu apa yang aku rasakan. Apakah kau ikut menangis?

***
Senja berkabut merah. Aku berjalan tanpa alas kaki. Mencari rumput yang masih basah dan sekuntum bunga yang mekar mewangi. Mendadak suara sumbang itu hadir. Tangisan-tangisan dari penjuru cakrawala yang begitu menakutkan. Apakah itu tangisanmu? Aku merasakannya. Tangisan itu seolah memberikan isyarat ingin keluar dan bebas.
Kau tahu, sudah tidak ada lagi seorang pun yang bisa mendengar keluh kesahku. Hanya Tuhan yang kupunya saat ini. Keluh kesah tentang hidupku, tentangmu yang selalu membuatku takut, dan tentang laki-laki yang tak lagi kucintai.
Ah, tentang lelaki itu. Aku mengenalnya dulu sangat baik. Perangainya menawan. Aku suka lisannya yang bijak. Tapi semua itu berubah lambat laun semenjak ia memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPRD di Pileg tahun lalu. Aku menyetujuinya, walau sebenarnya hatiku dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Aku pun yakin dia bisa menahan diri dari godaan setan yang berlakon di lumbung politik.
Sayangnya, semua kekhawatiranku menjelma realita yang pedih. Dunianya yang baru itu sukses mengubah sifat putihnya menjadi hitam dan mengikis rasa cintaku padanya secara pelan. Cintaku amblas padanya, tepat setelah dia berubah menjadi tikus keji dan menduduki kursi penting di DPRD. Kursi yang berhasil ia raih berkat  propaganda kolusinya bersama preman-preman berdasi. Sudah berkali-kali kuingatkan dia untuk tidak berambisi dan menghalalkan segala cara demi ambisinya. Namun dia selalu berdalih membela tindakannya sendiri.
“Tidak ada yang salah, sayang. Ini semua demi rakyat.” Tuturnya seperti tak berdosa.
Ingin rasanya kulayangkan tanganku yang gatal ini ke mulutnya. Aku yang semula takzim menjadi jejap. Dan yang lebih menyakitkan, selagi ikatan suci ini masih membelenggu kami berdua, aku tetap berkewajiban melayaninya dengan sepenuh hati. Memuakkan, bukan?
***
            Suatu saat dia didatangi oleh preman-preman berdasi itu. Ia menyilahkan mereka duduk. Kemudian memulai perbincangan dengan bertanya progresnya sudah sampai mana. Aku datang membawa lima cangkir kopi panas di sela perbincangan mereka. Hanya meletakkan cangkir-cangkir itu dan senyum sekadarnya.
Aku tidak tahu pasti siasat apa yang sedang mereka bicarakan, karena aku tidak begitu paham perpolitikan. Ia berbicara tentang jual beli suara. Dia juga menyebutkan nama-nama Panwaslu yang harus dirahasiakan. Di akhir perbincangan, mereka tertawa sembari mengungkit nama-nama gadis. Aku sakit hati dengan itu semua.
Tiga bulan setelah menduduki kursi DPRD, petaka menyapa. KPK dan aparat kepolisian mencium bau tikus pada dirinya. Mana kutahu, bahwa ternyata dia menjadi tersangka korupsi di sebuah proyek perusahaan. Ia diseret ke pengadilan dan tak ada daya untuk melawan. Ketukan palu sidang menjelma menjadi kutukan durja baginya. Seiring dengan itu, aku meminta talaq. Ia semakin stres, seperti orang gila yang murka. Citranya menjadi sangat buruk di masyarakat. Aku hanya bisa diam. Menyimpan rasa benci sekaligus iba. Kendati demikian, aku masih memohonkan doa keselamatan di setiap penghujung sujudku. Semoga jalan kebaikan kembali terbentang di depannya.
***
            Senja berkabut merah. Selalu saja di senja yang sama. Aku berjalan terseok-seok. Kau bersembunyi di tempatmu yang biasa, di dalam tubuhku. Kau memukul, merangsek, dan menendang seperti sedang kesal. Aku semakin tak kuat. Aku tahu kau ingin segera melihatku. Aku tahu kau begitu penasaran dengan dunia. Tapi sungguh, jika kau bisa mendengar dan memahamiku, kau akan tahu betapa sengsaranya jika kau kulepas. Kupikir kau sudah aman di sini. Di dalam diriku. Kau bisa mempercayaiku sepenuhnya.
            Di luar kau hanya akan bertemu banyak penipu. Kau akan melihat banyak kehancuran, kenistaan, kebiadaban, kedustaan, dan fitnah. Tidak ada mulut yang bersih. Tidak ada mata yang bersih. Tidak ada tangan dan kaki yang bersih. Semuanya tercemar. Namun semua itu akan sangat bias. Kau tak akan mampu membedakannya. Keburukan dan kebaikan.
Dari balik langit yang kemerahan, petir menggelegar. Cakrawala menampakkan fragmen kejahatan manusia. Aku menyaksikan sebuah bangsa yang dipimpin pejabat korup tak bernurani. Sebuah bangsa yang diperintah oleh rezim-rezim diktator yang kehilangan jiwa manusiawi. Orang-orang yang tak pernah puas dan bersyukur dengan materi. Orang-orang yang kehilangan rasa peduli. Orang-orang yang tak mengenal dosa, tak mengenal kitab suci, dan tak mengenal Tuhan.
Di sisi lain, aku melihat orang-orang yang hatinya masih terang. Mereka dipasung kaki, tangan dan lehernya. Mulut mereka dijahit. Aku hanya mendengar doa-doa kebaikan yang terucap dari hati mereka. Kulihat doa-doa itu terbang ke atas menuju suatu tempat, entah kemana.
Aku kembali dilanda ketakutan, kali ini sangat luar biasa. Aku terkulai lemah, tak lagi bisa bangkit. Mataku tak sanggup lagi melihat semua tanyangan ini. Aku memejamkan mata. Namun suara-suara mereka, tawa mereka, dan tangisanmu membuatku semakin tak kuat lagi bertahan. Kusumbat telingaku dengan kedua tangan, namun tetap saja suara itu menggema. Aku mencoba berteriak sekencang-kencangnya, namun tidak bisa. Suaraku menjadi anai-anai tak berarti di udara. Pita suaraku tak berfungsi. Aku tidak kuat. Stoooppp!
Aku kembali terjaga. Dadaku sedikit tersentak. Entah ini mimpi mirip-mirip ke berapa yang aku alami. Aku bangkit setengah badan dan menyalakan lampu, melihat ke sekeliling. Aman. Tapi aku merasa tak nyaman. Ada rasa sakit yang membelit. Kupandang lagi sekitar, aku mencium sesuatu. Dan kutemukan betisku dalam kondisi berlumuran darah. Perutku semakin sakit. Aku memaksakan diri untuk bangkit dan keluar rumah subuh-subuh.
Aku melangkah menyusuri sepinya jalan. Tanpa tujuan. Rumah sakit sejauh sembilan kilometer mustahil kutempuh dengan kondisiku yang seperti ini. Aku berjalan membawamu. Kupaksakan sekuat tenaga walau energiku nyaris tak bersisa. Darah segar terus mengalir di betisku, berceceran di jalan. Tiba-tiba ada yang pecah. Sesuatu yang menumpahkan cairan bening dan berbau. Nafasku melemah. Otot dan sendiku tak berdaya. Kelopak mataku tak kuat lagi membuka.
***
Sayup-sayup terdengar sebuah suara. Sebuah lantunan yang tak lagi asing bagiku. Merdu dan menggetarkan. Suara itu semakin jelas seiring dengan terbukanya mataku perlahan-lahan. Aku menarik nafas dalam-dalam dan kurasakan tubuhku lebih ringan. Ada sisa sakit di perutku, seperti bekas jahitan. Aku melihat seorang perawat berseragam putih-putih di dekat kasur yang sedang kutiduri. Ia tersenyum.
“Syukurlah, ibu sudah sadar. Alhamdulillah, bayinya perempuan.” Ujarnya.
Aku menoleh lagi, dan kulihat seorang laki-laki menggendong momongan yang baru saja diizinkan Tuhan untuk bertemu dengan dunia. Ya, kau telah lahir. Dan entah kenapa, ketakutan yang selama ini melandaku tiba-tiba sirna. Hilang begitu saja.
Aku melihatmu digendong oleh laki-laki yang pernah kucintai. Ia berdiri di sebelah polisi yang sepertinya sedang mengawalnya. Aku menyaksikan dia mengumandangkan adzan ke dekat telingamu. Kau pun sepertinya merasa tenang dan menikmatinya. Begitu pula denganku, menikmati lantunan adzannya. Sampai-sampai aku lupa bertanya siapa yang membawaku ke rumah sakit bersalin ini. Aku tersenyum haru. Mungkinkah Tuhan telah mendekapnya kembali?

*Ajun Nimbara, mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang. Bergiat di UKM Penulis UM dan Komunitas Pelangi Sastra Malang

Komentar

  1. Gambling in Qatar - Casino & Sports Book
    All the latest casino games and sports betting odds. sedabet Sports betting, gambling on air jordan 18 retro toro mens sneakers cheap football, eSports, poker where to buy air jordan 18 retro racer blue and air jordan 18 retro free shipping more. air jordan 18 stockx discount Visit our website.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU KUMPULAN CERPEN "BIBIR" KARYA KRISHNA MIHARDJA

WIRO SABLENG: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

MENYELAMI SASTRA KLASIK JEPANG LEWAT KUMPULAN CERPEN "LUKISAN NERAKA" KARYA RYUNOSUKE AKUTAGAWA