JANGAN JADI ORANG "MELARAT"
Tuhan telah melukiskan jalan kita di lauh mahfudz. Dia jadikan kita bermacam bentuk dengan berbagai cara (menikmati) hidup. Dia menjadikan kita penuh warna. Ada manusia yang banyak harta, ada pula yang sedikit harta. Dia anugerahkan IQ, SQ, EQ pada kita bermacam-macam kadarnya, namun tetap ia seimbangkan dengan kemahaadilannya. Tuhan menganugerahkan potensi yang amat beragam pada manusia yang Ia ciptakan. Semua sudah terkonsep dengan baik dan rapi tanpa kesalahan sekecil apapun. Dia Maha Perfect!
Tuhan juga menganugerahkan cobaan yang sangat beragam pada tiap-tiap manusia-Nya. Karena bagaimanapun, berbagai cobaan itulah yang akan menjadi penggerak dan pemicu perubahan kualitas hidup kita. Bermacam cobaan itulah yang akan mengajarkan kita banyak hal yang mungkin tidak cukup diketahui teman-teman atau saudara kita. Cobaan itulah yang akan menjadi rintangan-rintangan sebelum kita mencapai puncak kebahagiaan yang hakiki (akhirat). Jadi, semoga kita semua selalu berpikir lebih jauh, bahwa dunia tidak cukup menjadi tempat terakhir dari sebuah pengembaraan. Lebih dari itu, Tuhan menyiapkan akhirat yang jauh lebih indah dan kekal, serta terdapat gugus-gugus syurga yang tak terbayang keindahannya. Tuhan telah memberikan kesempatan pada kita agar mengatur siasat tindakan di dunia sebelum kita memulai kehidupan baru di akhirat. Karena dunia inilah media dan sarana terbaik untuk melakukan aktivitas berharga yang dapat mengantarkan kita pada dua kebahagiaan sekaligus, dunia dan akhirat. Siasat-siasat kebaikan seperti berburu ilmu, meraih prestasi setinggi-tingginya, berkontribusi di kalangan masyarakat, berkontribusi untuk bangsa dan negara, tampil sebagai figur yang memotivasi dan menginspirasi, menuai banyak prestasi, dan melahirkan beribu inovasi tidak dapat kita abaikan begitu saja. Karena mereka sangat penting bagi kelangsungan hidup kita.
Tuhan tidak pernah mengatakan bahwa orang yang sedikit hartanya adalah orang yang melarat. Orang yang kedudukan/pangkatnya "bawahan" adalah orang melarat. Orang yang pekerjaannya keras namun penghasilannya tidak mencukupi adalah orang melarat. Asumsi demikian tidak patut kita jadikan pola pikir. Tuhan tidak pernah salah membagikan rezeki pada manusia-Nya. Harta dan kedudukan hanyalah bagian dari cobaan yang Tuhan berikan pada kita. Adakalanya manusia diuji dengan harta, kedudukan, kondisi fisik, kondisi psikis (homo, biseks, lesbian, tempramental, dsb), atau keluarganya. Dalam posisi apapun, sebenarnya itu tetaplah ujian. Ujian untuk bersabar (dengan terus menghadapinya) ataupun bersyukur. Tidak mesti yang banyak itu membahagiakan. Semua akan menjadi sia-sia atau bahakan malapetaka saat yang banyak itu lupa disyukuri. Maka jadilah mereka orang "melarat", yaitu melarat bersyukur. Pula, bukan berarti yang sedikit itu "melarat". Karena saat mereka mampu bertahan dari yang sedikit (yang katanya melarat itu), justru mereka adalah orang yang berhasil, yaitu berhasil melawan "kemelaratan". Karena itulah, sejatinya orang melarat adalah orang yang tidak mampu bertahan dalam kemalaratan (harta yang sedikit, masalah keluarga, kondisi fisik maupun psikis). Maka dari itu, janganlah mau menjadi orang yang melarat.
Kita diajarkan untuk selalu bangkit dari masalah dan keterpurukan. Gagal, bangkit, gagal bangkit, demikian seterusnya. Kita akan mendapatkan kekuatan baru dalam setiap kebangkitan. Kita akan menemukan jalan baru dalam setiap kebangkitan, yang akan mengantar kita semakin dekat dengan kematangan. Dan kita akan menemukan harapan baru di setiap kebangkitan. Jatuh? No problem. Tuhan tidak membatasi kadar usaha kita. Bangkitlah terus, jangan sia-siakan nikmat kekuatan dari Tuhan. Lawan kemelaratan dan raihlah kebahagiaan.
Komentar
Posting Komentar